Memahami Cerpen: Pengertian, Struktur, Jenis dan Ciri-Ciri
Artikel ini membahas tentang cerpen (cerita pendek), meliputi unsur, ciri-ciri cerpen, struktur cerpen, dan contohnya.
—
Di antara bentuk karya cerita fiksi, kamu paling akrab sama jenis yang apa, sih, Brainies? Novel, kah? Puisi, pantun, atau cerpen? Salah satu karangan fiksi yang mudah sekali ditemui adalah cerpen. Cerpen adalah singkatan dari cerita pendek. Sesuai dengan namanya, membaca cerpen dapat dilakukan hanya dalam hitungan menit atau jam saja.
Beda, ya, konsepnya dengan membaca novel. Novel memuat cerita kompleks dan memiliki banyak tokoh serta latar cerita. Kompleksitas tersebut agak sulit jika dihabiskan hanya dalam satu atau dua jam. Sebaliknya, membaca cerpen dapat dilakukan dalam ‘sekali duduk’. Misal, ketika menunggu kereta, bus, ojek online, atau ketika sedang mengantre.
Pengertian Cerpen
Cerpen atau cerita pendek adalah salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa fiksi. Menurut KBBI, pengertian cerpen adalah cerita yang berisi tentang suatu kisah dan tidak lebih dari 10 ribu kata. Cerpen juga biasanya disebut sebagai cerita sekali duduk, karena hanya butuh sekali duduk saja untuk menyelesaikan satu cerpen.
Ada banyak sudut pandang yang bisa dibuat menjadi cerpen, dan siapa saja bisa membuatnya. Kamu bisa membuat cerpen dari cerita-cerita yang sederhana seperti kehidupan sekolah, kondisi keluarga, cerita tentang teman, jatuh cinta, dan sebagainya.
Ciri-Ciri Cerpen
Secara garis besar, cerpen biasanya dituliskan dalam 4-15 halaman. Meski begitu, ada juga cerpen yang melebihi jumlah halaman tersebut. Jakob Sumardjo membagi tiga jenis cerpen berdasarkan jumlah halaman:
- cerpen pendek dengan isi satu halaman
- cerpen 4-15 halaman
- cerpen panjang yang ditulis 20 hingga 30 halaman.
Terdapat ciri-ciri cerpen yang membedakannya dengan jenis karya fiksi lain:
1. Fokus pada suatu konflik atau masalah
Cerpen hanya menceritakan satu fokus permasalahan atau ide. Tidak begitu mendetail, hanya menggambarkan satu ide pusat secara garis besar. Makanya, sering kali cerpen ditulis kurang lebih dalam 10.000 saja.
2. Fokus pada satu tokoh
Pusat cerpen tertuju pada tokoh utama pada suatu latar atau situasi cerita tertentu. Maka dari itu, tidak heran bahwa penggambaran tokoh dalam cerpen tidak begitu mendetail.
3. Bersifat fiktif
Yha, sesuai dengan konsepnya, cerpen adalah bagian dari karya fiksi. Meski begitu, bukan berarti cerita yang dituliskan tidak benar adanya. Inspirasi menulis cerpen dapat diambil dari pengalaman penulis atau orang lain yang merupakan kegiatan sehari-hari.
4. Penggunaan bahasa sehari-hari
Penulisan cerpen biasanya menggunakan bahasa yang digunakan sehari-hari atau nonformal. Nah, catat, nih. Berbeda dengan hikayat yang sering kali menggunakan metafora dan bahasa kuno.
5. Ada kesan dan pesan
Cerpen biasanya meninggalkan pesan atau kesan tertentu untuk pembacanya. Penggambaran konflik di dalam cerpen umumnya mencakup awal konflik dengan sebab-akibat hingga resolusi atau pemecahan masalah. Dari sinilah, pembaca memahami pesan atau kesan yang dapat diambil dari suatu cerpen.
Struktur Cerpen
Brainies, catat beberapa struktur cerpen di bawah ini, ya. Jangan sampai tertukar dengan struktur karya fiksi lainnya, lho.
1. Abstrak
Abstrak dalam cerpen adalah gambaran awal dari sebuah cerita. Struktur cerpen yang satu ini bersifat opsional, yang tidak selalu ada dalam cerpen, ya. Abstrak inilah yang nantinya dikembangkan menjadi sebuah cerita pendek.
2. Orientasi
Hal-hal yang berkaitan dengan latar cerita, seperti tempat, suasana, dan waktu, semua itu masuk ke dalam struktur cerpen orientasi atau perkenalan. Di bagian ini, pengarang mengatur adegan dan menginformasikan hubungan antar tokoh.
3. Komplikasi
Walau tidak memiliki tingkat kompleksitas serumit novel, cerpen juga mempunyai konfliknya sendiri, lho. Struktur cerpen komplikasi ini mencakup urutan kejadian atau permasalahan yang memiliki hubungan sebab akibat. Di tahap ini juga, biasanya penceritaan karakter dari tokoh semakin kuat digambarkan.
4. Evaluasi
Evaluasi di dalam cerpen merupakan bagian yang menceritakan klimaks permasalahan dalam cerita. Dalam struktur ini juga mulai disebutkan penyelesaian masalah yang terjadi.
5. Resolusi
Resolusi mencakup bagian yang menerangkan pemecahan masalah. Di sini, pembaca akan diberikan penjabaran cerita mengenai solusi yang diambil oleh tokoh.
6. Koda
Amanat, pesan, atau pembelajaran, semua hal tersebut termasuk ke dalam koda. Pembaca akan diajak untuk mengambil hikmah dari cerpen tersebut.
Baca juga: Contoh Cerpen Berdasarkan Jenisnya, Wajib Paham!
Unsur-Unsur Cerpen
Cerpen dibangun dari dua unsur, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Unsur Intrinsik adalah unsur pembangun karya sastra yang ada di dalam karya sastra, meliputi tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, amanat, dan gaya bahasa.
Sedangkan unsur ekstrinsik cerpen adalah unsur pembangun yang ada di luar karya sastra, seperti latar belakang pengarang, latar belakang masyarakat, dan nilai-nilai kehidupan. Kita simak penjelasannya yuk:
1. Tema
Tema adalah gagasan utama yang disampaikan pengarang dalam cerpen.
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku dalam cerpen, sementara penokohan adalah penggambaran karakter tokoh dalam cerita.
3. Latar
Latar merupakan gambaran tempat, waktu, dan suasana dalam cerpen.
4. Alur dan Plot
Alur adalah rangkaian peristiwa yang membentuk jalannya cerita. Ada alur maju, alur mundur, dan alur campuran. Nah, kalau plot itu merupakan peristiwa yang mengandung hubungan sebab akibat.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara pengarang melihat berbagai macam kejadian dalam cerpen. Sudut pandang dalam cerpen serta novel biasanya dibagi menjadi dua jenis, yaitu sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga.
6. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Misalnya, tentang pentingnya bekerja keras, tidak meremehkan orang lain, bersikap sopan, dan sebagainya.
7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah pemakaian bahasa yang digunakan pengarang untuk bercerita.
8. Latar Belakang Pengarang
Setiap pengarang memiliki latar belakang yang berbeda, sehingga memberi dampak terhadap karya yang dihasilkan. Misalnya cerpen Juru Masak karya Damhari Muhammad. Damhari merupakan penulis asal Sumatera Barat. Itu sebabnya, cerpen Juru Masak berlatar di daerah tersebut.
9. Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang masyarakat adalah tempat penulis berada, sehingga memengaruhi penulis dalam membuat karya. Biasanya berhubungan dengan nama tokoh dan adat istiadat yang berlaku.
10. Nilai Kehidupan
Nilai kehidupan adalah nilai atau norma yang berlaku di masyarakat dan memengaruhi proses penciptaan sebuah cerpen. Ada nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan nilai moral.
Kaidah Kebahasaan Cerpen
Cerpen banyak menggunakan verba, konjungsi, kalimat tidak langsung, kalimat langsung, dan kata lampau. Cerpen memiliki ciri-ciri kebahasaan sebagai berikut:
1. Mengandung kalimat bermakna lampau, seperti ketika, beberapa tahun lalu, telah terjadi, dan sebagainya.
2. Menyatakan urutan waktu dengan konjungsi kronologis, seperti sejak saat itu, mula-mula, kemudian, sebelum, lalu, dan sebagainya.
3. Menggunakan kata kerja (verba) yang mengandung tindakan, seperti melompat, melirik, membaca, serta kata kerja yang berhubungan dengan perasaan, seperti berharap, mencintai, atau menginginkan.
4. Menggunakan kalimat tak langsung seperti menanyakan, mengungkapkan, mengatakan bahwa, serta kalimat langsung berupa percakapan antar tokoh dengan tanda kutip.
Baca juga: Apa itu Novel? Kenalan dengan Ciri, Struktur, dan Kebahasaannya, Yuk!
Jenis-Jenis Cerpen
Secara umum, ada 3 jenis cerpen yang bisa kamu temui. Berikut diantaranya.
1. Cerpen Pendek
Jenis pertama adalah cerpen pendek. Cerpen jenis ini cenderung lebih pendek dibandingkan dengan jenis cerita pendek lainnya. Biasanya, jumlah kata dari cerpen pendek sekitar 500 hingga 700 kata saja.
2. Cerpen Sedang
Selanjutnya, ada cerpen sedang. Cerpen sedang biasanya memiliki panjang sekitar 700 hingga 1.000 kata. Kamu bisa menemui cerpen sedang pada buku-buku pelajaran sekolah.
3. Cerpen Panjang
Terakhir ada jenis cerpen panjang. Cerpen ini dibuat dengan panjang sekitar 1.000 kata atau lebih. Bahkan, ada yang dibuat mendekati 5.000 atau 10.000 kata. Biasanya, jenis cerpen panjang disampaikan dengan penuturan yang lebih santai.
Fungsi Cerpen
Apa sih fungsi dibuatnya sebuah cerpen? Nah, berikut adalah fungsi cerpen.
1. Fungsi Rekreatif
Cerpen berfungsi untuk memberikan rasa senang, gembira, dan menghibur kepada para pembacanya.
2. Fungsi Estetis
Selain untuk menghibur, cerpen juga berfungsi untuk memberikan keindahan bagi para pembacanya.
3. Fungsi Moralitas
Cerpen juga dapat memberikan nilai-nilai moral kepada pembacanya melalui pesan yang dikandung di dalam cerita. Melalui cerpen, pembaca bisa mendapat pengetahuan tentang hal-hal yang baik atau hal-hal yang buruk.
4. Fungsi Didaktif
Cerpen juga bisa berfungsi untum mengarahkan dan mendidik para pembaca melalui nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung dalam cerita.
5. Fungsi Relegiusitas
Cerpen dapat mengandung nilai-nilai yang terdapat di ajaran agama, yang juga bisa dijadikan teladan bagi para pembacanya.
Contoh Cerpen
Aku, Ibu, dan Putri Bulan
Cerpen Eko Sugiarto
(Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 12 Juni 2011)
Ibu, sampai detik ini tak juga aku bisa memahamimu. Tak juga tahu apa arti di balik setiap senyummu. Aku tak pernah bisa membedakan kapan saatnya kau bersedih dan kapan saatnya kau bahagia. Saat ayah meninggal, tak kulihat kau menitikkan air mata. Bahkan, kau masih sempat tersenyum saat teman temanku datang ke rumah, beberapa saat setelah ayah dimakamkan. Padahal, aku bisa merasakan betapa beratnya beban yang harus kaupikul setelah itu. Aku tak pernah bisa membayangkan bagaimana kau lalui semua ini. Sendiri, tanpa ayah.
Saat aku menerima toga, engkau juga tersenyum. Padahal saat itu aku tak bisa membendung air mata. Entah air mata untuk siapa. Mungkin untuk ayah yang telah damai di sana, mungkin juga untuk ketegaranmu. Ketegaran seorang ibu yang telah mengantarkanku menjadi seorang sarjana. Kuharap belum terlambat untuk bisa memahami setiap senyumanmu. Senyum yang selalu mendamaikan hatiku. Ibu, izikan aku memahamimu.
Malam dingin mencekat. Aku terpekur. Tak ada yang ingin aku kerjakan. Bahkan aku tak tergerak keluar rumah sekadar untuk menatap purnama tanggal lima belas yang sedang bulat penuh karena hanya akan mengingatkanku kepadamu, Ibu. Membuatku semakin ingin bermanja di pangkuanmu sembari mendengar dongeng tentang ksatria yang terbang menuju bulan dengan kuda terbangnya untuk menjemput sang putri yang ditawan makhluk jahat di bulan.
Itulah kenapa selalu terlihat bercak hitam di bulan, meskipun saat purnama penuh sebab di bulan masih ada makhluk jahat bermuka hitam. Makhluk jahat berambut gimbal, panjang hampir menyentuh tanah. Makhluk jahat yang telah beberapa kali turun ke bumi untuk menculik gadis-gadis kecil yang nakal untuk dijadikan teman sang putri yang menjadi tawanannya.
Begitu salah satu cerita yang pernah meluncur lancar dari bibirmu, Ibu. Saat aku masih jadi anak satu satunya. Saat aku belum pernah berpikir bahwa kelak akan lahir adik-adik yang membuatku cemburu karena aku harus berbagi kasih sayang yang kauberikan dengan mereka. Malam bertambah larut. Aku bertambah ngelangut. Ingin memajamkan mata, tak bisa. Wajah ibu menyergap mengisi seluruh ruang kenanganku. Muncul begitu tiba tiba di depan mata. Bahkan saat terpejam pun, wajah ibu seakan lekat di balik kelopak mata.
Putri yang ditawan makhluk jahat di bulan. Dongeng yang selalu kuingat setiap kali memandang bulan yang sedang purnama penuh. Terlepas dari ada atau tidak, yang jelas aku terobsesi dengan dongeng itu. Kata ibu, putri yang ditawan di bulan itu begitu cantik. Dengan kecantikannya konon putri itu bisa meluluhkan setiap hati, termasuk hati makhluk jahat yang menawannya.
Karena itulah makhluk jahat itu tak pernah menyentuh sang putri. Hanya memandangnya, cukuplah itu. Tak heran ketika itu aku sering berkhayal menjadi sang putri. ”Pasti senang jadi sang putri, ya Bu. Bisa leluasa menatap bumi.” ”Siapa bilang. Meskipun segala keperluannya dipenuhi, sang putri tetap ingin kembali ke bumi.” ”Lho, memangnya kenapa, Bu?” ”Sebab dia tak bisa hidup sendiri. Di bulan dia kesepian. Karena itulah sang pangeran berkali-kali berusaha menyelamatkan sang putri. Tapi selalu gagal. Entah sampai kapan sang putri akan menjadi tawanan.” Dongeng ini selalu diulang oleh ibu kepada adik adikku setiap kali bulan purnama tiba. Anehnya, setiap kali ibu mendongeng, aku pasti ikut mendengarkannya.
Selalu saja ada hal baru yang ditambahkan ibu setiap kali mendongeng, meskipun inti dan jalan ceritanya tetap sama. Kebiasaan ikut mendengarkan dongeng itu terus berlanjut sampai akhirnya pada suatu malam, beberapa hari setelah meninggalnya ayah, ibu kembali mendongeng tentang putri yang ditawan makhluk jahat di bulan. Saat itu, adikku yang umurnya belum genap tiga tahun tiba tiba bertanya, ”Bu, berarti ayah sudah bisa bertemu dengan sang putri di bulan sana, ya. Berarti ayah sudah senang?”
Karena tak sanggup menahan air mata, aku meninggalkan mereka. Tapi ibu masih setia melanjutkan dongengnya. Entah bagaimana caranya ibu bisa menyembunyikan kepedihan hatinya dari adik-adikku ketika itu. Menjelang tengah malam, ibu datang ke kamarku. Dia mengetuk pintu berkali-kali. Aku pura-pura memejamkan mata. ”Ibu tahu kau belum tidur. Ibu tahu apa yang kaurasakan. Adikmu benar. Ayahmu telah bahagia di sana. Kita hanya bisa mendoakannya,” tiba-tiba saja ibu sudah duduk di tepi ranjangku. Aku menghambur ke dada ibu. Terisak di pelukan ibu.
”Kau sekarang sudah dewasa. Apa kau tak ingin cari pendamping hidup?” Aku mengernyitkan kening. Sejak kepergian ayah, inilah kali pertama ibu menyinggung masalah pendamping hidup..
”Bagaimana? Apa kau sudah punya pilihan?” tanya ibu sambil tersenyum. ”Pilihan?” Ibu mengangguk. ”Ya. Pilihan. Pilihan sebagai pendamping hidup? Sudah punya?” ”Bukankah Ibu saja sudah cukup sebagai pendamping hidupku?” ”Tidak, Nak. Ibu tak mungkin mendampingimu selamanya, juga adik-adikmu. Ibu telah tua. Ibu tak ingin kau kesepian.” Dadaku sesak tiba-tiba. Sebuah impitan begitu keras menekanku.
Ah, Ibu. Berarti selama ini kau merasa kesepian. Kupikir keberadaanku di sisimu bisa sedikit mengobati kesepianmu semenjak kepergian ayah. Juga tawa ceria adik-adik. Ternyata aku salah. Malam kian larut. Sengaja aku tak keluar rumah. Bahkan sekadar untuk menatap purnama penuh tanggal lima belas yang selalu mengingatkanku kepada dongeng dongeng yang meluncur dari bibir ibu. Lembut dan menghanyutkanku ke alam mimpi….
—
Itu dia, Brainies, serba serbi ciri-ciri cerpen hingga contohnya yang baru saja kamu baca. Semoga bisa menambah pengetahuan kamu, ya! Kalau ada pertanyaan, tulis di kolom komentar atau tanya langsung ke STAR Master Teacher di Brain Academy.
Referensi:
Sugiarto, Eko. 2014. Mahir Menulis Cerpen: Panduan bagi Pelajar. Yogyakarta: Suaka Media.
Masruroh, Ainun. 2021. Rambu-Rambu Menulis Cerpen. Yogyakarta: Penerbit Anak Hebat Indonesia.